PAKAR ilmu hukum pemilu dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini membeberkan lima pelanggaran yang bisa mendiskualifikasi peserta pemilu, yaitu caleg dan pasangan capres-cawapres.
Pertama, kata Titi, jika peserta pemilu melakukan tindak pidana larangan kampanye berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
“Jadi di Pasal 280 dan 284 (UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu) ada larangan kampanye. Uniknya di sinilah, pemilu serentak, pilpres, pileg tetapi diskualifikasi bagi peserta pemilu yang melanggar larangan kampanye yang merupakan tindak pidana, kalau inkrah itu diskualifikasi hanya untuk calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Pasangan calon di pilpres tidak ada diskualifikasi di dalamnya,” ujar Titi dikutip, Sabtu 30 Desember 2023.
Kedua, kata Titi, peserta pemilu khususnya pasangan capres-cawapres dapat didiskualifikasi kalau terbukti melakukan pelanggaran politik uang secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) berdasarkan rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Politik uang dimaksud adalah pasangan capres-cawapres menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilu dan atau pemilih.
“Ini ada di Pasal 286 UU pemilu. Jadi harus merupakan rekomendasi Bawaslu terkait dengan praktik uang yang TSM,” tandas Titi yang juga Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ini.
Ketiga, kata Titi, pasangan capres-cawapres melakukan pelanggaran administratif pemilu secara TSM berdasarkan putusan dari Bawaslu. Keempat, berkaitan dengan laporan dana awal kampanye pemilu ke KPU.
“Di sinilah uniknya UU pemilu kita. Diskualifikasi kalau tidak menyampaikan laporan dana awal kampanye itu hanya untuk parpol peserta pemilu dan DPD tetapi paslon tidak ada sanki serupa,” jelas dia.
Kelima, lanjut Titi, caleg dan pasangan capres-cawapres bisa didiskualifikasi jika ada putusan MK soal sengketa perselisihan hasil pemilu. Titi mengaku, diskualifikasi pasangan capres-cawapres oleh MK karena sengketa hasil pemilu belum pernah terjadi.
“Diskualifikasi oleh MK hanya mungkin kalau dari hasil perselisihan pemilu, MK memutuskan ada diskualifikasi itu. Di pilpres dan pileg tidak pernah ada, tetapi di pilkada ada. Dulu ada di Sabu Raijua itu warga negara asing menang pemilu jadi didiskualifikasi,” ungkap dia.
“Jadi ada dua hal soal diskualifikasi, pertama dia tidak memenuhi persyaratan sebagai calon dan itu baru terbukti ketika prosesnya sampai di MK. Kedua, kalau dia melakukan kecurangan pemilu yang sifatnya TSM, terutama menyangkut politik uang, intimidasi dan sebagainya,” tegas Titi menambahkan.
Titi mengingatkan, pelanggaran etik yang dilakukan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman tidak akan membuat pasangan capres-cawapres tereliminasi atau didiskualifikasi dari kontestasi Pilpres 2024. Diskualifikasi pasangan capres-cawapres, kata Titi, tidak berkaitan dengan putusan MK soal batas usia capres-cawapres yang telah diputuskan MK beberapa waktu yang lalu.
Penjelasan Titi memperkuat eksistensi dan legitimasi pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024. Pasalnya, putusan etik Anwar Usman tidak mendiskualifikasi Prabowo-Gibran dari Pilpres 2024. Beritasatucom