20.000 Bayi Lahir Selama Perang di Gaza

PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa (PBB), pada Jumat 19 Januari 2024 menyatakan, hampir 20.000 lahir di Gaza selama tiga bulan antara melawan di wilayah itu. 

Juru bicara PBB Tess Ingram, yang baru kembali dari kunjungannya ke Jalur Gaza menggambarkan, bagaimana para ibu yang mengalami pendarahan hingga meninggal, dan seorang perawat yang melakukan operasi caesar darurat pada enam wanita yang meninggal.

Menurut badan PBB, UNICEF, hampir 20.000 bayi telah lahir dalam perang yang dimulai setelah serangan Hamas di Israel pada 7 Oktober 2023.

“Menjadi seorang ibu seharusnya merupakan momen untuk dirayakan. Namu di Gaza, itu artinya ada satu lagi anak yang dimasukkan ke neraka.” keluh Ingram kepada wartawan di Jenewa melalui tautan video dari Oman.

Baca Juga:  30 Tentara Israel Tewas di Rumah Kosong yang Dipasangi Bom Militer Hamas

Dia menekankan perlunya tindakan internasional yang mendesak. “Melihat bayi yang baru lahir menderita, sementara beberapa ibu meninggal karena kehabisan darah, seharusnya membuat kita semua tetap terjaga di malam ,” katanya.

Ingram menggambarkan pertemuan yang memilukan dengan perempuan yang terjebak dalam perang. Wanita bernama Mashael, sedang hamil ketika rumahnya dihantam dan suaminya terkubur di bawah reruntuhan selama beberapa hari, dan bayi yang dikandungnya berhenti bergerak.

“Sekitar sebulan kemudian, dia baru yakin bayinya sudah meninggal,” kata Ingram.

Mashael telah memberitahu Ingram bahwa yang terbaik adalah seorang bayi tidak dilahirkan dalam mimpi buruk ini.

Baca Juga:  Ahmad Ali: Pemerintah Harus Siapkan Pasar UMKM Untuk Penopang Ekonomi Daerah

Ingram juga menceritakan kisah seorang perawat bernama Webda, yang mengatakan dia telah melakukan operasi caesar darurat pada enam wanita yang meninggal dalam delapan minggu terakhir.

“Para ibu menghadapi tantangan yang tak terbayangkan dalam mengakses perawatan medis, nutrisi, dan perlindungan yang memadai sebelum, selama, dan setelah melahirkan,” kata Ingram.

Ingram menekankan bahwa Emirat di Rafah kini melayani sebagian besar wanita hamil di Gaza. 

“Berjuang dengan kondisi yang penuh sesak dan sumber daya yang terbatas, staf terpaksa memulangkan ibu dalam waktu tiga jam setelah operasi caesar,” katanya.

“Kondisi ini membuat para ibu berisiko mengalami keguguran, bayi lahir , persalinan prematur, kematian ibu, dan trauma emosional,” jelas Ingram.

Wanita hamil dan menyusui serta bayi hidup dalam kondisi yang tidak manusiawi, termasuk tempat penampungan sementara, dengan buruk dan air yang kotor. 

“Umat manusia tidak bisa membiarkan versi normal yang menyimpang ini bertahan lebih lama lagi. Para ibu dan bayi yang baru lahir memerlukan gencatan senjata kemanusiaan,” tegas Ingram. Beritasatucom

Pos terkait