SEKJEN PDIP Hasto Kristiyanto menyesalkan terjadinya tindak kekerasan yang dilakukan oknum TNI terhadap relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali, Jawa Tengah. Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid meminta semua pihak tak menarik-narik lembaga TNI ke dalam pertarungan Pilpres 2024.
Awalnya, Hasto Kristiyanto menyampaikan keterangan pers terkait kasus kekerasan terhadap relawan Ganjar-Mahfud di Boyolali. Hasto melempar tudingan di balik kasus kekerasan tersebut.
“Kami protes keras atas tindakan oknum TNI tersebut. Para oknum TNI tersebut bertindak seperti itu diduga karena ada elemen-elemen di dalam TNI yang jadi simpatisan Pak Prabowo karena sama-sama berlatar belakang militer. Padahal Prabowo sudah diberhentikan dari TNI,” kata Hasto dalam keterangannya, Senin 1 Januari 2024.
Hasto bercerita bahwa dalam diskusi dengan salah satu tokoh HAM guna mencari akar kekerasan oknum TNI tersebut, diduga tindak kekerasan tersebut berawal dari kerancuan Prabowo Subianto sebagai Menhan dan sebagai capres. Sehingga tercipta kesan adanya ‘emotional bonding’ di kalangan oknum TNI tertentu dengan Prabowo.
“Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya tanggapan Pak Prabowo yang mengutuk aksi kekerasan tersebut,” sebutnya.
Protes Hasto Kristiyanto yang mengaitkan kasus kekerasan terhadap relawan Ganjar di Boyolali dengan netralitas TNI, mendapat respons dari Meutya Hafid yang membawahi bidang pertahanan di DPR. Menurut Meutya Hafid, TNI tidak perlu ditarik-tarik ke dalam konteks persaingan Pilpres.
“Sangat disayangkan jika kemudian kasus di Boyolali lebih kental unsur politiknya ketimbang hukumnya. Seharusnya kita percayakan ini pada proses hukum yang ada. TNI adalah lembaga yang netral, tidak perlu menarik-narik TNI ke dalam persaingan politik. Jangan semua-semua ditarik ke dalam isu netralitas TNI,” ujar Meutya Hafid dalam keterangannya, Selasa 2 Januari 2024.
Bagi Meutya Hafid, jika terjadi pelanggaran dan kekerasan di lapangan, maka perlu diusut dan ditindak tegas dengan hukum yang berlaku. Tak terkecuali jika hal itu dilakukan oleh oknum TNI ataupun simpatisan partai politik.
“Jika ada oknum yang melanggar, silakan diproses dengan tegas, baik dari pihak TNI maupun dari pihak pengendara jika terbukti melanggar peraturan. Ini harus ditindak dengan hukum yang berlaku, sehingga terang benderang. Jadi tidak perlu ditarik ke ranah politik yang rentan kepentingan,” kata Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran itu.
Meutya Hafid juga mengajak semua pihak untuk tidak menaruh curiga terhadap TNI. Apalagi, TNI selalu memegang tingkat kepercayaan publik tertinggi dibanding lembaga negara lainnya, menurut berbagai lembaga survei.
Survei yang dilakukan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada rentang 13-18 Desember 2023 menempatkan TNI di tingkat teratas dengan presentase kepercayaan publik mencapai 91,2%.
“TNI adalah kebanggan masyarakat kita, dari berbagai survei terbukti bisa dipercaya oleh publik. Mari kita pisahkan antara kepentingan politik dan proses hukum, antara oknum dan institusi. Sayang sekali jika TNI sampai dibawa-bawa ke dalam isu politik praktis,” tutup Meutya Hafid. Detikcom